Wednesday, December 26, 2012

CARA PENANGGUHAN UPAH MINIMUM



CARA PENANGGUHAN UPAH MINIMUM

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 231 /MEN/2003
TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 90 ayat (2) dan (3) Undang-undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perlu diatur mengenai tata cara
penangguhan pelaksanaan upah minimum;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, perlu
ditetapkan dengan Keputusan Menteri;

Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya
Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik
Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1951 Nomor 4);

2. Undang-undang Nomor 80 Tahun 1957 tentang Persetujuan Konvensi
Organisasi Perburuhan Internasional No. 100 mengenai Pengupahan yang
Sama Bagi Buruh Laki-laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya
(Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 171 dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2153);

3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan
di Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3201);

4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839);

5. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 131, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3989);

6. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54);

8. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan
Kabinet Gotong Royong.

Memperhatikan :

1. Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional
tanggal 31 Juli 2003;

2. Kesepakatan Rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 9
Oktober 2003;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK
INDONESIA TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH
MINIMUM.

Pasal 1

Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1. Upah minimum adalah upah minimum yang ditetapkan oleh Gubernur.

2. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah
atau imbalan dalam bentuk lain.

3. Pengusaha adalah :

a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

b. orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara
berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

c. orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

4. Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh,
dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan,
yang bersifat bebas, terbuka mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab
guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan
pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya.

Pasal 2

(1) Pengusaha dilarang membayar upah pekerja lebih rendah dari upah
minimum.

(2) Dalam hal pengusaha tidak mampu membayar upah minimum, maka
pengusaha dapat mengajukan penangguhan pelaksanaan upah minimum.

Pasal 3

(1) Permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) diajukan oleh pengusaha kepada
Gubernur melalui Instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan Provinsi paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum tanggal
berlakunya upah minimum.

(2) Permohonan penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
didasarkan atas kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat.

(3) Dalam hal di perusahaan terdapat 1 (satu) Serikat Pekerja /Serikat Buruh
yang memiliki anggota lebih 50 % dari seluruh pekerja di perusahaan ,
maka serikat pekerja/serikat buruh dapat mewakili pekerja/buruh dalam
perundingan untuk menyepakati penangguhan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2).

(4) Dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) Serikat
Pekerja/Serikat Buruh, maka yang berhak mewakili pekerja/buruh
melakukan perundingan untuk menyepakati penangguhan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) adalah Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang
memiliki anggota lebih dari 50 % (lima puluh perseratus) dari seluruh
jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut.

(5) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak
terpenuhi, maka serikat pekerja /serikat buruh dapat melakukan koalisi
sehingga tercapai jumlah lebih dari 50 % (lima puluh perseratus) dari
seluruh jumlah pekerja / buruh di perusahaan tersebut untuk mewakili
perundingan dalam menyepakati penangguhan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2).

(6) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) atau ayat (5)
tidak terpenuhi, maka para pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat
buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara
proporsional berdasarkan jumlah pekerja/buruh dan anggota masing
masing serikat pekerja/serikat buruh.

(7) Dalam hal di perusahaan belum terbentuk serikat pekerja/serikat buruh,
maka perundingan untuk menyepakati penangguhan pelaksanaan upah
minimum dibuat antara pengusaha dengan pekerja/buruh yang mendapat
mandat untuk mewakili lebih dari 50 % (lima puluh perseratus) penerima
upah minimum di perusahaan.

(8) Kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan
melalui perundingan secara mendalam, jujur, dan terbuka.

Pasal 4

(1) Permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum harus disertai
dengan :
a. naskah asli kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat
pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh perusahaan yang
bersangkutan;
b. laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca, perhitungan
rugi/laba beserta penjelasan-penjelasan untuk 2 (dua) tahun terakhir;
c. salinan akte pendirian perusahaan;
d. data upah menurut jabatan pekerja/buruh;
e. jumlah pekerja/buruh seluruhnya dan jumlah pekerja/buruh yang
dimohonkan penangguhan pelaksanaan upah minimum;
f. perkembangan produksi dan pemasaran selama 2 (dua) tahun terakhir,
serta rencana produksi dan pemasaran untuk 2 (dua) tahun yang akan
datang;

(2) Dalam hal perusahaan berbadan hukum laporan keuangan perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b harus sudah diaudit oleh
akuntan publik.

(3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila
diperlukan Gubernur dapat meminta Akuntan Publik untuk memeriksa
keadaan keuangan guna pembuktian ketidakmampuan perusahaan.

(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Gubernur
menetapkan penolakan atau persetujuan penangguhan pelaksanaan upah
minimum setelah menerima saran dan pertimbangan dari Dewan
Pengupahan Provinsi.

Pasal 5

(1) Persetujuan penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(3) ditetapkan oleh Gubernur untuk jangka waktu paling lama 12 (dua
belas) bulan.

(2) Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dengan :
a. membayar upah minimum sesuai upah minimum yang lama,
atau;
b. membayar upah minimum lebih tinggi dari upah minimum lama
tetapi lebih rendah dari upah minimum baru, atau;
c. menaikkan upah minimum secara bertahap.
(3) Setelah berakhirnya izin penangguhan, maka pengusaha wajib
melaksanakan ketentuan upah minimum yang baru.

Pasal 6

(1) Penolakan atau persetujuan atas permohonan penangguhan yang
diajukan oleh pengusaha, diberikan dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan terhitung sejak diterimanya permohonan penangguhan
secara lengkap oleh Gubernur.

(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakhir
dan belum ada keputusan dari Gubernur, permohonan penangguhan
yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (1), maka permohonan penangguhan dianggap telah disetujui.

Pasal 7
(1) Selama permohonan penangguhan masih dalam proses penyelesaian,
pengusaha yang bersangkutan tetap membayar upah sebesar upah yang
biasa diterima pekerja/buruh.
(2) Dalam hal permohonan penangguhan ditolak Gubernur, maka upah
yang diberikan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh, sekurangkurangnya
sama dengan upah minimum yang berlaku terhitung mulai
tanggal berlakunya ketentuan upah minimum yang baru.

Pasal 8

Dengan ditetapkannya keputusan ini, maka segala peraturan perundangundangan
yang bertentangan dengan keputusan ini dinyatakan tidak berlaku
lagi.

Pasal 9
Keputusan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Oktober 2003
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
JACOB NUWA WEA


image : articles.moneycentral.msn.com

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.